Ancaman Koksidiosis Terhadap Produktivitas Unggas

Diterbitkan pada

Cover artikel coccidiosis
www.freepik.com

    Perkembangan sektor peternakan unggas secara signifikan mengalami pertumbuhan khususnya ayam broiler dan ayam layer. Manajemen pemeliharaan yang baik dengan menjaga lingkungan peternakan diperlukan untuk dapat menghasilkan produk pangan asal hewan yang baik dan berkualitas. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif dapat memberikan dampak penurunan performa produksi unggas hingga menyebabkan wabah beberapa penyakit. Peternak unggas modern kini menghadapi berbagai tantangan penyakit yang kian beragam. Salah satu penyakit parasit yang sering menyerang ayam dan menimbulkan kerugian adalah koksidiosis. Berdasarkan data penyakit yang dikumpulkan oleh tim technical support Tekad Mandiri Citra selama S1 2023 (Grafik 1), koksidiosis termasuk kedalam penyakit yang masih sering dialami oleh peternak. Dalam pemeliharaan ayam, kejadian koksidiosis hampir selalu muncul pada setiap periode pemeliharaan. Koksidiosis pada unggas dapat bersifat fatal karena akan menurunkan imunitas dan produktivitas ternak.

                                                  

    Koksidiosis pada unggas disebabkan oleh parasit protozoa Eimeria sp. Beberapa spesies yang penting dalam peternakan unggas khususnya broiler dan layer diantaranya adalah E. acervulina, E. maxima, E. brunetti, E. tenella, dan E. necatrix. Setiap jenis Eimeria sp. memiliki lokasi yang spesifik pada saluran pencernaan unggas (Gambar 1). Eimeria acervulina menginfeksi duodenum hingga awal jejunum, Eimeria maxima menginfeksi di pertengahan jejunum, Eimeria necatrix menginfeksi di jejunum hingga ileum, Eimeria tenella menginfeksi di sekum, dan Eimeria brunetti di akhir jejunum hingga kolon.

    

    Penyakit koksidiosis menjadi penyakit yang sulit diberantas tuntas karena memiliki siklus hidup yang kompleks di lingkungan ataupun di dalam induk semang. Ookista Eimeria sp. dapat bertahan hidup lama di lingkungan serta relatif tidak mati dengan desinfektan jenis apapun. Siklus hidup Eimeria sp. dalam pencernaan unggas berlangsung 6 – 7 hari dan memiliki siklus seksual dan aseksual (Gambar 2). Ayam yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran yang mengandung ookista yang belum tersporulasi. Ookista ini akan berubah menjadi infektif di lingkungan. Satu ookista mampu memproduksi 200.000-2.000.000 oosit dalam sekali sporulasi. Penularan penyakit koksidiosis melalui anak kandang, peralatan kandang, pakan, air minum atau litter yang tercemar oleh ookista tersporulasi yang kemudian akan tertelan kembali oleh unggas.

    Secara alamiah, ayam memiliki kemampuan untuk membatasi penyebaran Eimeria sp. yang biasa disebut dengan “Self-limiting Disease” dan tergantung pada jumlah ookista yang ditelan dan kekebalan ayam tersebut. Ketika jumlah ookista yang tertelan terlalu banyak maka akan menimbulkan munculnya gejala klinis pada unggas. Ayam yang mengalami koksidiosis biasa ditunjukan dengan bobot badan tidak maksimal, dan tingkat FCR yang tinggi serta resiko adanya infeksi sekunder hingga menyebabkan kematian. Koksidiosis akan memberikan peluang terjadinya infeksi oleh bakteri Clostridium perfringens sehingga akan terjadi penyakit yang disebut Necrotic Enteritis. Berdasarkan hasil nekropsi, perubahan organ yang ditemukan berupa penebalan dinding usus disertai peradangan. pada usus yang mengalami peradangan. Bentuk dan keparahan lesi ditentukan berdasarkan lokasi lesi dan spesies yang menginfeksi (Gambar 3). Pada feses dapat ditemukan adanya eksudat kental berwarna orange kemerahan dan dapat bercampur dengan darah (feses berdarah).

    Salah satu obat yang dapat digunakan untuk program pemeliharaan dalam mengurangi kejadian koksidiosis adalah Amprolin-300 WS dengan kandungan amprolium yang merupakan antikoksidia yang paling aman dan tidak mengganggu produksi, sehingga digunakan sebagai program pengendalian. Amprolium bekerja secara ekstraseluler dalam usus untuk menghambat pertumbuhan koksidia pada stadium aseksual (tidak bekerja didalam sel epitel usus). Untuk pengobatan dapat menggunakan obat Intracox Oral dan Ultracox dengan kandungan toltrazuril serta Diclacoxy dengan kandungan diclazuril. Diclazuril dan Toltrazuril bekerja efektif pada stadium aseksual dan seksual dari koksidia. Mampu bekerja di dalam lapisan epitel usus (dapat bekerja secara intraseluler) sehingga efektif untuk memutus siklus hidup koksidia secara cepat dan menurunkan jumlah oosista yang dihasilkan oleh koksidia.

    Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kejadian penyakit koksidiosis adalah dengan mengurangi jumlah ookista yang keluar dan mencegah agar ookista tidak mengalami sprorulasi sehingga tidak berubah menjadi ookista infektif. Adapun langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kualitas sekam untuk tetap kering, memastikan sirkulasi udara kandang berjalan baik, menghindari pemeliharaan dengan kepadatan tinggi, dan menerapkan istirahat kandang minimal 2 minggu. Pemberian kapur dan soda kaustik saat istirahat kosong kandang membantu mengurangi jumlah okista.